home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Pelatihan Jarak Jauh
Pelatihan Klasikal
Open Class
BDK Podcast Mappakoe
Dashboard Pelatihan
Kalender Pembelajaran
Pojok Keuangan BDK Makassar
MENUMBUHKAN BUDAYA TATA KELOLA YANG BAIK DALAM PENGELOLAAN BUM DESA
Balai Diklat Keuangan Makassar
Senin, 25 November 2024 14:48 WIB
Oleh: Heru Cahyono, (Widyaiswara Ahli Madya Balai Diklat Keuangan Makassar)
Lesson Learned dari BUM Desa Banjarasem Mandara Berdasarkan laporan Kementerian Desa yang dipublikasikan dibeberapa media nasional menyebutkan bahwa tahun 2023 jumlah BUM Desa di Indonesia sebanyak 60.417 buah, dan 16.558 buah sudah berstatus badan hukum. Dari sekian banyak BUM Desa yang telah didirikan ternyata dalam prakteknya banyak juga BUM Desa yang para perangkat organisasinya memiliki permasalahan hukum khususnya hukum pidana. Permasalahan hukum tersebut umumnya berupa penyelewengan dana dan penyalahgunaan uang yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Salah satu contoh penyimpangan dan fraud tersebut misalnya perkara yang sudah diputus oleh Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 23/PID.TPK/2023/PT DPS. Dalam putusan ini, pegawai BUM Desa Banjarasem Mandara melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dana BUM Desa. Oknum pegawai BUM Desa yang melakukan tindak pidana tersebut memiliki jabatan sebagai sekretaris BUM Desa Banjarasem Mandara. Dalam pengelolaannya, yang bersangkutan berulang kali memberi pinjam tanpa jaminan kepada orang dan juga menggunakan uang BUM Desa tanpa sepengetahuan pemimpin BUM Desa. Akibat perbuatannya tersebut, BUM Desa mengalami kerugian ratusan juta rupiah. Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 23/PID.TPK/2023/PT DPS tersebut, menyatakan bahwa terdakwa yang menjabat sebagai sekretaris BUM Desa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara terus menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan. Perbuatan korupsi tersebut berlangsung selama 3 tahun antara 2015 sampai dengan 2018.
Dari kasus BUM Desa Banjarasem Mandara di atas timbul pertanyaan yang menggelitik, mengapa Sekretaris BUMDes bisa melakukan kesalahan dalam proses pemberian pinjaman yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (2015 sampai dengan 2018). Bagaimana proses pengendalian dan pengawasan oleh perangkat-perangkat yang ada dalam organisasi BUMDes dilakukan? Secara normatif BUM Desa sebagai entitas bisnis semestinya menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas, good corporate governance dan merit system dalam pengisian jabatan dalam unsur operasional BUM Desa. Hal tersebut secara legal formal idealnya sudah tercantum di dalam Perdes tentang BUM Desa maupun AD/ART BUM Desa.
Budaya Tata Kelola dalam Pengelolaan BUM Desa Salah satu budaya yang perlu dikembangkan dalam menjalankan badan usaha adalah budaya tata kelola yang baik. Suatu entitas bisnis memiliki budaya tata kelola yang baik jika nilai-nilai transparansi, akuntabilitas, keadilan, kepatuhan terhadap aturan main, pengelolaan bisnis yang bertanggungjawab kepada stakeholder dan keputusan-keputusan bisnis diambil secara obyektif, menjadi tradisi. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah entitas bisnis. Sebagai entitas bisnis tentunya penting untuk menerapkan prinsip-prinsip budaya tata kelola yang baik tersebut.
Bertumbuhnya budaya tata kelola yang baik pada BUM Desa ditandai dengan adanya, antara lain; pertama, adanya budaya kepemimpinan. Pemimpin menjadi role model atau teladan bagi anak buah. Dalam kontek pengelolaan BUM Desa, kepala desa, dan dewan direksi menjadi teladan bagi pengurus maupun karyawan serta warga desa yang menjadi stakeholdernya. Selain itu keputusan-keputusan yang diambil dalam rangka pengelolaan BUM Desa berlandaskan pada prinsip integritas dan transparansi. Kedua, adanya perbaikan berkelanjutan, yang ditandai dengan adanya evaluasi dan pengembangan tata kelola yang dilakukan secara rutin serta penggunaan teknologi untuk mendorong efisiensi dan transparansi. Ketiga, partisipasi dari seluruh stakeholder. Karyawan, pengguna layanan BUM Desa, warga masyarakat desa, dan pemerintah desa terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan strategis BUM Desa melalui saluran-saluran yang ada. Keempat, adanya pengendalian internal yang kuat. Adanya upaya preventif untuk mencegah timbulnya fraud melalui audit internal maupun eksternal, serta pengelolaan risiko yang efektif sangat penting dilakukan untuk mengembangkan budaya tata kelola yang baik. Kelima, budaya pelaporan yang transparan melalui mekanisme whistleblowing.
Beberapa manfaat dari pengembangan budaya tata kelola yang baik bagi BUM Desa, antara lain; pertama, meningkatkan kepercayaan warga desa sebagai stakeholder BUM Desa. BUM Desa yang dikelola dengan baik, cenderung akan mendapat kepercayaan yang lebih besar dari warga desa dan investor. Kedua, risiko minimal. Tata kelola yang baik akan membantu mengidentifikasi risiko sebelum menjadi masalah yang lebih besar. Ketiga, meningkatkan kinerja operasional BUM Desa. Proses kerja yang transparan dan akuntabel mendorong terciptanya efisiensi operasional BUM Desa. Keempat, menjamin keberlanjutan BUM Desa. Dengan keterlibatan atau partisipasi aktif dari berbagai pihak mendorong integrasi aspek sosial, lingkungan dan ekonomi sehingga bisa terjaga keberlangsungan bisnis BUM Desa dalam jangka panjang. Kelima, meningkatkan reputasi. Dengan budaya tata kelola yang baik meningkatkan citra positif BUM Desa di mata warga desa sebagai salah satu stakeholdernya.
Geliat BUM Desa dari Bumi Dampang Salenrang Sebagai pembanding, pengelolaan BUM Desa Banjarasem Mandara, yang pengelolanya tersandung persoalan hukum, yang tentunya berdampak terhadap kinerja BUM Desa, di Provinsi Sulawesi Selatan berdiri BUM Desa Appakabaji. BUM Desa ini memiliki kinerja operasional dan keuangan yang cukup baik. Dalam laporan pertanggungjawaban pengelolaan BUM Desa Appakabaji periode 2023, disampaikan bahwa ada 4 unit usaha yang dijalankan, yaitu Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Eko Wisata, Peternakan dan Warung Desa. Saat awal operasi di tahun 2019 unit usaha SPAM baru melayani 100 sambungan ke rumah tangga. Di tahun 2023 sudah berkembang menjadi 10 kali lipatnya. Perkembangan usaha yang cukup fantastis kurang dari 5 tahun, mampu tumbuh 1000%. Dari segi kinerja keuangan, pada tahun 2023 mencatatkan total pendapatan usaha sebesar Rp. 312.018.000, dengan laba bersih sebesar Rp. 134.065.197. BUM Desa juga mampu berkontribusi terhadap pandapatan asli desa sebesar Rp. 40.219.559. Pendapatan BUM Desa tersebut diperoleh karena adanya unit usaha yang mapan, yang mampu menghidupi stakeholder yang terlibat sekaligus menopang keberlanjutan operasional BUM Desa.
Terkait penerapan asas akuntabilitas pada BUM Desa Appakabaji sudah cukup memadai. Hal ini tercermin dari masyarakat terlibat dalam proses musyawarah desa dan kepentingannya terwakili. Unit usaha yang dikembangkan BUM Desa Appakabaji berasal dari desakan masyarakat yang kekurangan air bersih, sementara di Desa tersebut terdapat sumber mata air berikut jaringan distribusinya yang sudah tersedia namun terbengkalai. Pada sisi lain masyarakat juga mendapatkan informasi yang relevan secara transparan terkait kualitas dan biaya layanan. Namun demikian ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian terkait penerapan asas good corporate governance dan merit system. Dari hasil indepth interview, diperoleh informasi terkait penerapan good corporate governance, misal dalam hal pelaporan keuangan dan evaluasinya sudah dilakukan secara rutin. Pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan aksesibilitas informasi terkait BUMDes dilakukan melalui media sosial. Hanya saja penyebarluasan informasi melalui saluran media sosial ini belum memadai, apalagi kalau dikaitkan dengan perbaikan kualitas layanan maupun proses bisnis. Sehingga untuk mengelola pelanggan yang jumlahnya kian meningkat diperlukan dukungan teknologi dan sistem informasi yang memadai. Pengelolaan risiko dan penyelesaian sengketa belum diatur secara eksplisit, meskipun perjanjian yang berisi hak dan kewajiban antara BUM Desa dengan pelanggan sudah dibuat.
Rekrutmen pegawai BUM Desa masih berdasarkan kerelawanan. Pegawai direkrut berasal dari warga desa yang dulunya ikut merintis PAMSIMAS (penyediaan air minum dan sanitasi yang berbasis masyarakat). Pertimbangan lain yang digunakan adalah karena sistem penggajian karyawan belum mengikuti standar upah minimum kabupaten. Sehingga kapasitas dan kualitas sumber daya manusia pengelola BUM Desa Appakabaji masih perlu peningkatan terutama dalam bidang pemasaran, pembukuan dan pelaporan keuangan.
Tantangan yang dihadapi dalam penerapan budaya tata kelola yang baik pada BUM Desa Appakabaji, adalah adanya budaya dan nilai-nilai sosial masyarakat pedesaan yang belum kompatibel dengan budaya tata kelola korporasi. Stakeholder cenderung resisten terhadap perubahan atau penerapan budaya baru. Hubungan kekerabatan yang masih kental di masyarakat pedesaan seolah tidak memberikan tempat bagi tumbuhnya tata kelola yang baik dan akuntabel serta merit system. Selain itu tidak semua individu memahami pentingnya tata kelola yang baik. Implementasi budaya tata kelola yang baik memerlukan waktu dan biaya, dalam hal ini BUM Desa Appakabaji menghadapi kendala keterbatasan sumber daya manusia. Kondisi ini diperparah dengan kompleksitas regulasi terkait pembagian kewenangan, antara kewenangan pemerintah desa dengan kewenangan pemerintah supra desa.
Strategi Membangun Budaya Tata Kelola BUM Desa Pelajaran yang bisa dipetik dari contoh kasus pada dua BUM Desa di atas, penting untuk mendorong penerapan budaya tata kelola yang baik, agar BUM Desa dapat tumbuh dan berkembang. Sehingga BUM Desa menjadi instrumen penting dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat desa sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Dengan budaya tata kelola, minimal pengelolaan BUM Desa terhindar dari tindakan fraud. Ada beberapa strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan budaya tata kelola yang baik;
Pertama, BUM Desa menetapkan value dan kebijakan yang mencerminkan tata kelola yang baik. Visi, misi, dan nilai-nilai serta prosedur operasi standar BUM Desa disusun sedemikian rupa sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Kedua, kepemimpinan yang berintegritas. Pemimpin harus menunjukkan setiap tata laku dan komitmennya terhadap penerapan budaya good governance.
Ketiga, pemberdayaan dan pengawasan. Perkuat peran pengawas BUM Desa, unit kepatuhan internal dan pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Desa sesuai tugas pokoknya, untuk memastikan tata kelola berjalan dengan baik.
Keempat, bangun sistem pelaporan dan evaluasi. Mekanisme pelaporan yang jelas, yang memungkinkan pelacakan serta evaluasi kinerja tata kelola BUM Desa, perlu diciptakan.
Kelima, pendidikan dan pelatihan bagi karyawan BUM Desa dan stakeholder terkait. Karyawan dan stakeholder BUM Desa perlu diedukasi terkait pentingnya tata kelola yang baik. Para pihak ini perlu dilatih terkait penanganan conflict of interest dan risiko etik.
Kesimpulan Menumbuhkan budaya tata kelola bagi BUM Desa sangat urgent untuk dilakukan guna memastikan BUM Desa mampu menjadi instrumen penting dalam memajukan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Langkah-langkah membangun budaya tata kelola BUM Desa perlu diimplementasikan, meskipun tidak sedikit tantangannya. Namun demikian, dengan strategi yang konsisten dan melibatkan berbagai pihak, budaya tata kelola yang baik bukan tidak mungkin untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan BUM Desa.
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik