home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2023
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI KATALISATOR DALAM PENANGANAN PERUBAHAN IKLIM
Balai Diklat Keuangan Pontianak
Selasa, 4 Juni 2024 10:00 WIB
Oleh: Arfin (Widyaiswara Ahli madya BDK Pontianak)
Udara merupakan salah satu faktor penting sumber kehidupan bagi makhluk hidup di bumi selain air dan tanah. Dalam setiap detik, tidak ada satupun makhluk hidup yang tidak membutuhkan udara. Tanpa udara, mustahil manusia dan makhluk hidup lainnya dapat bertahan hidup (Kabupaten Lumajang, 2018).
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) tahun 2022 mencatat dari 6.000 lebih kota di 117 negara menunjukkan tingginya tingkat partikulat halus dan nitrogen dioksida yang berasal dari aktivitas manusia yang berkaitan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Hampir seluruh penduduk bumi (99%) menghirup udara yang melebihi batas kualitas udara WHO yang mengancam kesehatan. Penduduk di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menderita paparan pencemaran udara lebih tinggi dibandingkan negara maju, produsen emisi fosil itu (Digest, 2022).
Menurut Chambers dan Masters sebagaimana dikutip Mukono, pencemaran udara adalah bertambahnya bahan substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material. Selain itu, pencemaran udara dapat pula dikatakan sebagai perubahan atmosfer karena masuknya bahan kontaminan alami atau buatan ke dalam atmosfer tersebut (Mukono, 2011).
Pencemaran udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan berupa penurunan kualitas udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya ke dalam udara atau atmosfer bumi. Unsur-unsur berbahaya yang masuk ke dalam atmosfer tersebut bisa berupa karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (No2), chlorofluorocarbon (CFC), sulfur dioksida (So2), hidrokarbon (HC), benda partikulat, timah (Pb), dan carbon diaoksida (CO2).
Pencemaran udara memiliki dampak terhadap kesehatan, antara lain memicu serangan asma; memicu kanker paru-paru; meningkatkan risiko kanker lain; meningkatkan risiko infeksi dan peradangan di jaringan paru; memperburuk gejala penyakit paru obstruktif kronik; menimbulkan gangguan pernapasan; menimbulkan penyakit paru lainnya; menghambat perkembangan anak; meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, dan keguguran; meningkatkan risiko sakit jantung dan stroke; meningkatkan risiko kematian; dan mengganggu kesehatan mental (RSUD Kabupaten Nunukan, 2023).
Laporan Indeks Kualitas Udara Kehidupan (Air Quality Life Index) tahun 2023 mencatat Indonesia sebagai satu dari enam negara yang paling berkontribusi terhadap polusi udara global. Indonesia, bersama dengan Tiongkok, India, Pakistan, Bangladesh, dan Nigeria menyumbang 75% dari total beban polusi udara global karena tingkat polusi udara yang tinggi dan jumlah populasi yang besar (BBC News Indonesia, 2023).
Senada itu, laporan IQAir per tanggal 02 Juni 2024 menempatkan Jakarta berada di urutan kedua sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia dengan indeks kualitas udara sebesar 167 AQI US dan konsentrasi polutan utama Particulate Matter (PM2.5) sebesar 79µg/m³ (IQ Air, 2024).
Particulate Matter adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer). Pengukuran konsentrasi PM2.5 menggunakan metode penyinaran sinar Beta (Beta Attenuation Monitoring) dengan satuan mikrogram per meter kubik (µm/m3) (BMKG, 2024). Particulate Matter merupakan jenis polutan berbahaya dengan berbagai ukuran, yang dapat mengakibatkan tingginya kematian akibat pajanan polusi udara. Apabila terhirup ke dalam tubuh dapat berpenetrasi ke dalam saluran pernapasan bawah serta dapat melewati aliran darah (Cheng et al, 2012).
Bagaimana kualitas udara di Provinsi Kalimantan Tengah? Konsentrasi PM2.5 di udara Provinsi Kalimantan Tengah saat ini memenuhi nilai panduan kualitas udara tahunan WHO (IQAir, 2024).
Sumber: IQAir (June 02, 2024)
Kota
Tingkat Polusi Udara
Indeks Kualitas Udara
Polutan Utama
Baik
45 AQI US
SO2: 81.9µg/m³
43 AQI US
SO2: 78.4µg/m³
13* AQI US
PM2.5: 2.4*µg/m³
39* AQI US
PM2.5: 7.2*µg/m³
42* AQI US
PM2.5: 7.6*µg/m³
35* AQI US
PM2.5: 6.4*µg/m³
Polusi udara yang disebabkan oleh emisi metana, pembakaran bahan bakar fosil, dan polusi udara fase gas menjadi penggerak utama perubahan iklim. Polutan-polutan ini memasuki atmosfer bumi dalam konsentrasi yang cukup pekat, sehingga menyebabkan sistem iklim planet bumi berubah. Emisi gas rumah kaca menyelimuti bumi dan memerangkap panas matahari menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim (Bakti News, 2023).
Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 mendefinisikan perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat, yakni menurunnya kualitas air; kuantitas air berkurang; perubahan habitat; spesies punah; kualitas dan kuantitas hutan menurun; wabah penyakit meningkat; lahan pertanian berkurang dan tidak produktif; serta tenggelamnya daerah pesisir dan pulau-pulau kecil (CNBC Indonesia, 2022).
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan kajian perubahan iklim tahun 2021-2050 khusus wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI). Kajian menggunakan teknik dynamic downscaling resolusi tinggi menunjukkan bahwa kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan berdampak pada wilayah Sumatra bagian tengah dan Selatan. Kekeringan ekstrem di masa mendatang akan berdampak pada wilayah Kalimantan bagian tengah, timur, dan Selatan, sedangkan Kalimantan bagian barat diproyeksikan mengalami hari-hari yang lebih basah. Sementara itu, Pulau Jawa, sebagian besar wilayah terancam mengalami suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah khususnya untuk pantura Jawa Timur (BRIN, 2024)
Dalam rangka mengendalikan perubahan iklim, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim), yang didalamnya memuat kewajiban pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan secara nasional untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 20C hingga 1,50C dari tingkat suhu pra-industrialisasi.
Paris Agreement diadopsi oleh 196 pihak pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris, Perancis tanggal 12 Desember 2015. Para negara pihak yang telah meratifikasi Paris Agreement wajib menyampaikan Nationally Determined Contributions (NDC) yang berisi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga tahun 2030. NDC Indonesia untuk periode 2020-2030 menargetkan penurunan emisinya dalam skenario tanpa syarat yang dilakukan dengan upaya sendiri sebesar 29% dan target bersyarat yang membutuhkan dukungan internasional sebesar 41% dibandingkan dengan business as usual pada tahun 2030. Terdapat 5 (lima) sektor dalam NDC yang berperan dalam penurunan emisi GRK, yaitu energi, limbah, industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan kehutanan.
Sektor Forestry and Other Land Use (FOLU) memiliki peranan yang penting dalam usaha pencapaian NDC untuk mengimbangi emisi dari sektor yang sulit menurunkan emisinya terutama dari sektor energi. FOLU Net Sink 2030 merupakan sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi di mana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. Proyeksi target FOLU Net Sink 2030 adalah angka Net Sink 140 juta ton CO2e atau emisi negatif sebesar 140 juta ton CO2e (PPID, 2023).
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua dengan luas wilayah mencapai 153.564,5 km² dan memiliki kawasan hutan seluas 15.356.400,00 Ha. Kalimantan Tengah menjadi salah satu provinsi bersama 11 provinsi lainnya di Indonesia yang dilibatkan dalam Rencana Kerja Forestry and Other Land Uses (FOLU) hingga 2030 nantinya (Borneo News, 2023).
Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah dengan tutupan hutan yang luas di Indonesia lebih dari 7 juta Ha atau hampir separuh dari luas wilayah provinsi Kalimantan Tengah. Hutan di provinsi Kalimantan Tengah berpotensi untuk mendukung penyerapan karbon, sehingga dapat memenuhi target capaian pengurangan emisi nasional yang akan berdampak positif dalam pengurangan emisi di Internasional.
Selain potensi hutan, provinsi Kalimantan Tengah memiliki juga kawasan gambut dengan luas total sekitar 5,77 juta Ha yang dapat menjadi tempat simpanan karbon (Wahyunto et al, 2004). Hasil penelitian Qirom et al. (2018) menunjukkan bahwa potensi simpanan karbon (carbon sink) terbesar pada tipologi hutan sekunder dengan kedalaman gambut antara 3-3,5m sebesar 3.722,08 Mg/ha, sedangkan potensi simpanan karbon terendah pada tipologi semak belukar dengan kedalaman gambut 3-3,5 m sebesar 2243,49 Mg/ha. Pada hutan gambut, gudang karbon tanah menyumbang >95% dari simpanan karbon total.
Sebagai salah satu provinsi dari 12 provinsi yang dimandatkan melaksanakan kegiatan FOLU Net Sink hingga 2030, pemerintah provinsi Kalimantan Tengah telah menyiapkan segala perangkat yang dimungkinkan untuk menyukseskan target penurunan emisi gas rumah kaca di Indonesia hingga mencapai 140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Rencana Kerja Aksi Mitigasi Sub Nasional Kalimantan Tengah Tahun 2023–2030 mencakup 12 (dua belas) rencana aksi mitigasi yaitu pencegahan deforestasi lahan mineral; pencegahan deforestasi lahan gambut; pencegahan deforestasi konsesi; pembangunan hutan tanaman; pengayaan hutan alam (enhanced natural regeneration); penerapan RIL-C; peningkatan cadangan karbon dengan rotasi; peningkatan cadangan karbon non rotasi; pengelolaan tata air gambut gambut; restorasi gambut; perlindungan area konservasi tinggi; dan pengelolaan mangrove. Masing-masing rencana aksi tersebut akan dilaksanakan pada lokasi yang sudah ditentukan sesuai arahan Indek Prioritas Lokasi (IPL) pada dokumen RENOPS FOLU Net Sink 2030 (Tim Pelaksana Penyusunan Rencana Kerja Indonesia's FOLU Net Sink 2030, 2022).
Rencana kerja FOLU Net Sink 2030–2030 di Kalimantan telah disusun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan stakeholders terkait baik di tingkat pusat maupun di daerah. Dengan adanya rencana kerja tersebut, maka ke depan perlu adanya monitoring secara berjenjang dan berkala agar target-target kegiatan yang ingin dicapai dapat terukur ketercapaiannya. Dukungan semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat penting dalam menyukseskan program FOLU Net Sink 2030 2023-2030 di Kalimantan Tengah.
Karbon dapat menjadi indikator universal dalam mengukur kinerja upaya pengendalian perubahan iklim dan juga mempunyai nilai ekonomi yang penting bagi masyarakat sebagai refleksi prinsip pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan sesuai amanat Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pungutan atas karbon merupakan pungutan negara, baik pusat maupun daerah yang dikenakan terhadap barang dan/atau jasa yang memiliki potensi dan/atau kandungan karbon dan/atau usaha dan/atau kegiatan yang memiliki potensi emisi karbon dan/atau mengemisikan karbon yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan/atau kinerja Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
Penyelenggaraan nilai ekonomi karbon (NEK) atau carbon pricing melalui pelaksanaan pungutan atas karbon dilakukan dalam bentuk pungutan di bidang perpajakan baik pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya, berdasarkan kandungan karbon dan/atau potensi emisi karbon dan/atau jumlah emisi karbon dan/atau kinerja aksi mitigasi perubahan iklim (Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional).
Sebagai tahap awal pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak berdasarkan batas emisi (Cap and Tax). Pengaruh pajak karbon akan berimbas pada tambahan biaya dan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun dihilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon.
Skema pengenaan pajak karbon sebagai berikut:
Pembangkit X menimbulkan karbon dioksida (CO2) yang melebihi cap (Batasan), sedangkan pembangkit Y menghasilkan emisi di bawah cap, maka pembangkit X bisa membeli sertifikat izin emisi (SIE) kepada pembangkit Y.
Buku pedoman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berdasarkan IPCC 2006 menjelaskan terdapat 4 (empat) metode perhitungan pajak karbon. Untuk menghitung emisi karbon yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara menggunakan metode ketiga. Metode ini dapat digunakan apabila pembangkit telah melakukan analisa karbon pasca pembakaran (Pajakku, 2023).
Adapun rumus dari metode ketiga sebagai berikut:
ECO2 = FBB × {Car - (Aar × Cub)} × 44/12
Keterangan:
Pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan dapat dilakukan melalui perdagangan karbon (carbon trading). Pasal 1 angka 8 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon mendefinisikan perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi Emisi GRK melalui kegiatan jual beli unit karbon.
Perdagangan karbon dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri maupun perdagangan luar negeri dengan mekanisme dan prosedur sebagai berikut (Antara Kalteng, 2023):
Mekanisme perdagangan emisi (cap and trade system), di mana para pelaku usaha dituntut mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dengan ditetapkannya batas atas emisi (emission cap). Setiap pelaku usaha diberikan alokasi sejumlah emisi GRK sesuai batas atas emisi yang dapat dilepaskan atau dikeluarkan (cap) dan pada akhir periode pelaku usaha harus melapor jumlah emisi GRK riil yang telah dilepas.
Mekanisme offset emisi (offset karbon) yang diperjualbelikan yaitu hasil penurunan emisi atau peningkatan penyerapan atau penyimpanan karbon. Penurunan emisi GRK diperoleh melalui pelaksanaan kegiatan maupun aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim. Penurunan emisi karbon digunakan pelaku usaha untuk dijual atas suplus penurunan (offset) emisinya kepada pelaku usaha lain.
Perdagangan karbon sudah mulai berkembang di Kalimantan Tengah, meskipun belum terlalu terpantau. Beberapa perusahaan telah berkontribusi dalam perdagangan karbon melalui Bursa Karbon Indonesia atau IDX Carbon Exchange (IDXCarbon).
Langkah optimalisasi perdagangan karbon membutuhkan usaha serta kerja keras dari segenap kementerian dan lembaga dalam menjaga pendapatan negara melalui perdagangan karbon. Dalam proses tersebut akan ada kendala seperti bocornya potensi perdagangan karbon Indonesia, sehingga dengan mudah dikapitalisasi luar negeri. Hal ini terjadi karena permasalahan di sektor hilir yang bermuara pada lemahnya pengawasan serta mekanisme dalam melihat fenomena perdagangan karbon di Indonesia dan kurang disadarinya efek perubahan iklim global oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Last but least, penulis berharap bahwa berbagai upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi emisi dan menstabilkan tingkat gas rumah kaca yang memerangkap panas di atmosfer (mitigasi) akan mampu mengurangi risiko terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca. Selamatkan bumi dari perubahan iklim mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang.
Daftar Pustaka
Buku
Aldrian et al. (2011). Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia. Jakarta: Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Kedeputian Bidang Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Mukono. (2011). Aspek Kesehatan Pencemaran Udara. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
Tim Pelaksana Penyusunan Rencana Kerja Indonesia's FOLU Net Sink 2030. (2022). Buku Renja Indonesia FOLU NET SINK 2030 Prov Kalteng. Kalimantan Tengah: Kementerian LKH.
Wahyunto et al. (2004). Peta Sebaran Lahan Gambut, Luas, dan Kandungan Karbon di Kalimantan 2000-2002. Bogor: Wetlands International – Indonesia Programme.
Jurnal
Cheng et al. (2012). Temporal Variations in Airborne Particulate Matter Levels at an Indoor Bus Terminal and Exposure Implications for Terminal Workers. Aerosol and Air Quality Research Vol. 12, p. 30-38.
Qirom et al. (2018). Potensi Simpanan Karbon pada Beberapa Tipologi Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 12, p. 196-211.
Internet
Antara Kalteng. (2023, Juli 20). Ditjen PHL Sosialisasikan Perdagangan Karbon di Kalteng Dukung Pengendalian Iklim. Retrieved from https://kalteng.antaranews.com/berita/646989/ditjen-phl-sosialisasikan-perdagangan-karbon-di-kalteng-dukung-pengendalian-iklim
Bakti News. (2023, Mei). Cara yang Bisa Dilakukan untuk Menghadapi Udara Buruk Penyebab Perubahan Iklim. Retrieved from https://baktinews. bakti.or.id/artikel/cara-yang-bisa-dilakukan-untuk-menghadapi-udara-buruk-penyebab-perubahan-iklim
BBC News Indonesia. (2023, Agustus 29). Indonesia Masuk Enam Negara Paling Berkontribusi Terhadap Polusi Udara Global, Warga akan Gugat Pemerintah dan Industri. Retrieved from https://www.bbc.com/indonesia/ articles/c72enp76622o
BMKG. (2024, Juni 01). Informasi Konsentrasi Partikulat (PM2.5). Retrieved from https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/informasi-partikulat-pm25.bmkg
Borneo News. (2023, Juli 21). Sekda Kalteng Tegaskan Komitmen Kalteng dalam Rencana Kerja FOLU . Retrieved from https://www.borneonews.co.id/ berita/308190-sekda-kalteng-tegaskan-komitmen-kalteng-dalam-rencana-kerja-folu
BRIN. (2024). Kajian Perubahan Iklim Tunjukkan Cuaca Ekstrem Alami Peningkatan Signifikan. Retrieved from https://www.brin.go.id/press-release/117427/kajian-perubahan-iklim-tunjukkan-cuaca-ekstrem-alami-peningkatan-signifikan
CNBC Indonesia. (2022, Juli 04). Apa Itu Perubahan Iklim, Penyebab, Dampak & Cara Mengatasinya. Retrieved from https://www.cnbcindonesia.com/tech/ 20220704142800-37-352764/apa-itu-perubahan-iklim-penyebab-dampak-cara-mengatasinya
Digest, F. (2022, April 09). WHO: 99% Penduduk Bumi Menghirup Udara Tercemar. Retrieved from https://www.forestdigest.com/detail/1643/who-pencemaran-udara
Global Forest Watch. (t.t.). Tutupan Lahan. Retrieved from https://www. globalforestwatch.org/dashboards/country/IDN/14/?category=land-cover& dashboardPrompts=eyJzaG93UHJvbXB0cyI6dHJ1ZSwicHJv bXB0c1Zp ZXdlZCI6WyJkb3dubG9hZERhc2hib2FyZFN0YXRzIl0sInNldHRpbmdzIjp7Im9wZW4iOmZhbHNlLCJzdGVwSW5kZXgiOjAsInN0ZXBzS2V5IjoiIn0sI
IQ Air. (2024, Januari 01). Kualitas Udara di Jakarta. Retrieved from https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta
IQAir. (2024, Juni 02). Kualitas Udara di Provinsi Kalimantan Tengah. Retrieved from https://www.iqair.com/id/indonesia/central-kalimantan
Kabupaten Lumajang. (2018, Maret 08). Kualitas Udara Baik, Lingkungan Sehat. Retrieved from https://lumajangkab.go.id/berita-opd/detail/890
Pajakku. (2023, Maret 28). Simulasi Perhitungan Emisi Karbon untuk Pajak Karbon. Retrieved from https://www.pajakku.com/read/617142124c0e79 1c3760ba0c/Simulasi-Perhitungan-Emisi-Karbon-untuk-Pajak-Karbon
PPID. (2023, Mei 09). Indonesia's Folu Net Sink 2030. Retrieved from https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7166/indonesias-folu-net-sink-2030
RSUD Kabupaten Nunukan. (2023, Juli 24). Dampak Pencemaran Udara Bagi Kesehatan. Retrieved from https://rsud.nunukankab.go.id/detailpost/ dampak-pencemaran-udara-bagi-kesehatan
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik