home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2023
PEMBINAAN MENTAL IDEOLOGI WAWASAN KEBANGSAAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEUANGAN
Balai Diklat Keuangan Pontianak
Selasa, 1 Oktober 2024 08:31 WIB
Oleh: Arfin (Widyaiswara Ahli madya BDK Pontianak)
Manusia yang memiliki mental yang sehat yaitu memiliki sifat-sifat yang khas, antara lain mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efesien; memiliki tujuan hidup yang jelas; memiliki konsep diri yang sehat; memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya; memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang. Kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan lingkungannya (Kartono, 2000).
Dalam rangka menjaga kesehatan mental, maka diperlukan pembinaan mental secara berkala. Pembinaan mental adalah usaha untuk memperbaiki dan memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku seseorang melalui bimbingan mental/jiwanya sehingga memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupannya (Firdaus, 2014).
Pembinaan mental di lingkungan Kementerian Keuangan memiliki tujuan mewujudkan sumber daya manusia yang memiliki iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, integritas, loyalitas, kebersamaan, kompetensi tinggi, kinerja optimal, dan kesehatan fisik dan mental yang kuat, sebagaimana dimaksud dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 467 Tahun 2023 tentang Pedoman Pembinaan Mental di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Tujuan tersebut sesuai dengan visi dan misi Kementerian Keuangan. Visi pembinaan mental yaitu terwujudnya sumber daya manusia (SDM) berkarakter sesuai nilai-nilai Kementerian Keuangan dan nilai dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) berakhlak. Misi pembinaan mental yaitu untuk membentuk karakter dan mental unggul; mewujudkan peningkatan keimanan pegawai; mendorong peningkatan integritas dan etos kerja sejalan dengan nilai- nilai Kemenkeu dan nilai dasar ASN; dan mewujudkan militansi pegawai.
Pembinaan mental ASN merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari pembinaan sumber daya manusia sebagai aparatur pemerintah secara keseluruhan guna menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance) pemerintahan yang bersih (clean government). ASN mempunyai tugas yang sangat penting dalam melaksanakan roda pemerintahan sehari-hari yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan negara dan pembangunan serta senantiasa mengabdi dan setia kepada kepentingan, nilai-nilai dan cita-cita perjuangan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan adanya program pembinaan mental ini diharapkan mampu membentuk watak dan karakter ASN sesuai Kode Etik dan Kode Perilaku ASN sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara.
Sebagai benchmarking dapat ditinjau dari program pembinaan mental Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bone yang berkategori baik. Hasil penelitian evaluator yang telah dilakukan di beberapa tempat pelaksanaan program pembinaan mental PNS menunjukkan bahwa indikator telah memenuhi persyaratan atau telah sesuai dengan kriteria evaluasi yang telah ditetapkan. Indikator tersebut terdiri dari tujuan program; ketersediaan anggaran; sosialisasi program pembinaan mental; ketersediaan sumber daya manusia; keadaan sarana dan prasarana; partisipasi peserta; kesesuaian kegiatan dengan jadwal yang telah ditetapkan; kesesuaian materi dengan tujuan program; interaksi antar unsur yang terlibat; ketercapaian tujuan program; dan ketercapaian pemanfaatan anggaran (Tahir, 2017).
Pancasila sebagai ideologi negara yaitu Pancasila sebagai dasar sistem penyelenggaraan negara bagi seluruh warga negara Indonesia yang berdasar kepada cita-cita luhur bangsa. Pancasila bukan hanya sekadar simbol dan sila-sila Pancasila tidak cukup hanya untuk dihafalkan, tetapi sebagai manusia Indonesia harus memahami, menghayati, mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari karena bunyi setiap sila Pancasila mengandung makna dan nilai yang luhur, namun Pancasila semakin diabaikan oleh sebagian generasi penerus bangsa. Bagaimana dapat memahami, menghayati, mengamalkan Pancasila, sedangkan tidak bisa menghafalkan lima sila Pancasila.
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melakukan survei pada tanggal 10-17 Mei 2022 terhadap 1.220 responden yang dipilih secara stratified multistage random sampling. Response rate sebesar 1.060 atau 87% dan margin of error survey dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,07% pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil survei menunjukkan sebanyak 95,4% responden menyatakan tahu Pancasila, namun ketika diminta menyebutkan redaksi sila-sila Pancasila, yang bisa menyebut dengan benar semua sila dalam Pancasila hanya 64,6% responden; 10,2% responden menyebutkan dengan benar empat sila; 5,1% responden menyebutkan dengan benar tiga sila; 3,9% responden menyebutkan dengan benar dua dan satu sila; sedangkan 12,3% responden tidak bisa menyebutkan dengan benar satu pun sila (Paat, 2022). Kondisi ini membahayakan keutuhan berbangsa dan bernegara.
Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) melakukan survei pada Januari-Maret 2023 dengan metode simple random sampling untuk menetapkan siswa SMA sebagai responden. Jumlah sampel sebanyak 947 dengan margin of error 3,3% pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil survei mencatat 83,3% siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti (Republika, 2023).
Pancasila sebagai ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, melainkan bersifat terbuka dan demokratis. Pancasila ideologi terbuka berarti Pancasila dapat menerima dan mengembangkan pemikiran baru dari luar dapat berinteraksi dengan perkembangan atau perubahan zaman dan lingkungannya. Pancasila bersifat demokratis dalam arti membuka diri masuknya budaya luar dan dapat menampung pengaruh nilai-nilai dari luar yang akan diinkorporasi, untuk memperkaya aneka bentuk dan ragam kehidupan bermasyarakat Indonesia juga memuat dimensi-dimensi secara menyeluruh (Muslimin, 2016). Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun hingga saat ini masih terdapat oknum yang berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain di Indonesia. Mengganti Pancasila berarti mengganti Indonesia. Pancasila akan timbul dan tenggelam bersama negara ini, hancurnya Pancasila adalah terpecahnya negara (Kemhan, 2019). Perubahan atau amendemen bisa saja dilakukan terhadap pasal-pasal pelaksanaan ideologi, namun ideologi Pancasila sama sekali tidak bisa diganggu gugat (Media Indonesia, 2022).
Isu meningkatnya radakalisme berbasis agama terus mengemuka di Indonesia, berbagai penelitian yang dilakukan menunjukkan hasil yang hampir sama, yakni trend radikalisme yang berbasis agama semakin meningkat di Indonesia.
Hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dirilis pada Februari 2016 mencatat sebanyak 25% siswa menyatakan Pancasila tidak lagi relevan sebagai dasar negara Indonesia; 84% siswa setuju penerapan syariat Islam; 52,3% setuju kekerasan beragama; dan 14,2% siswa mendukung aksi pengeboman (LIPI, 2016). Senada itu, hasil survei Wahid Foundation yang dirilis awal Agustus 2016 menyebutkan Indonesia masih rawan terhadap intoleransi dan radikalisme, sebanyak 7,7% dari sekitar 1.500 responden yang disurvei bersedia melakukan tindakan radikal bila ada kesempatan dan sebanyak 0,4% justru pernah melakukan tindakan radikal (Ali, 2017).
Alvara Research Center melakukan penelitian pada tanggal 10 September s.d. 5 Oktober 2017 di 6 kota yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Hasil penelitian mencatat sebanyak 19,4% Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) menyatakan tidak setuju dengan ideologi Pancasila dan lebih percaya dengan ideologi Islam, sedangkan di tingkat pegawai BUMN, 9,1% tidak setuju Pancasila sebagai ideologi (Putra, 2017).
Kebebasan politik sebagai salah satu tujuan utama reformasi mendorong terbentuknya kelompok berwawasan radikal yang mengajarkan doktrin yang bertentangan dengan Pancasila dan ingin menjadikan Indonesia negara Islam dengan memperjuangkan khilafah. Kelompok pro khilafah menyakini bahwa negara yang tidak menegakkan syariat Islam adalah kafir dan pemerintahannya adalah pemerintahan taghut dan maksiat, sehingga harus diperangi (Hannani, et al., 2019). Hal ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika hal ini terus berkelanjutan, maka akan berakibat perang saudara.
Sejarah perumusan Pancasila melalui proses yang panjang. Perumusan ideologi Pancasila digagas oleh The Founding Fathers (Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno) yang mayoritas beragama Islam. Tidak hanya terdiri dari tokoh nasional, tetapi juga ada tokoh ulama seperti KH. Wahid Hasyim dari NU dan para ulama Muhammadiyah lainnya. Kehadiran para ulama tersebut mewarnai dan mempengaruhi perumusan Pancasila yang memiliki raḥmatān lil 'ālamīn, bukan yang jauh dari nilai Islami (Rohman, 2013).
Butir-butir sila dalam Pancasila tidaklah berseberangan dengan ajaran Islam. Pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” tertanam nilai al-Ilāhiyah. Sila kedua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” terdapat nilai al-Basyariyyah. Sila ketiga “Persatuan Indonesia” mengandung nilai al-ukhuwwah. Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” terdapat nilai ar-ra'iyyah, dan sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” mengandung nilai al-'adālah al-ijtimā'iyyah (Ma'ruf, 2024).
Dalam rangka penanggulangan paham radikalisme, maka perlu melakukan deradikalisasi melalui pendekatan humanis dengan melakukan pembinaan mental ideologi. Program pembinaan mental dilaksanakan secara berkesinambungan untuk lebih memudahkan berhasilnya pelaksanaan pembinaan mental. Program pembinaan mental dilaksanakan berdasarkan prinsip inklusivitas, profesionalitas, netralitas, akuntabilitas, dan kolaborasi.
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) merupakan unit yang mempunyai tugas menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara. BPPK mempunyai tugas antara lain:
Ruang lingkup dan bentuk program pembinaan mental bidang ideologi meliputi:
Melalui pembinaan mental bidang ideologi diharapkan mahasiswa STAN CPNS Kemenkeu, dan ASN Kemenkeu memiliki jiwa nasionalisme, pemersatu dan perekat bangsa, loyalitas, kebersamaan, dan memiliki pengabdian yang tinggi, serta rela berkorban berdasarkan pemahaman wawasan kebangsaan, sejarah, dan tujuan bernegara yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wawasan kebangsaan adalah konsepsi cara pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Simonalis, 2023). Dalam konteks Indonesia, wawasan kebangsaan mengacu pada pemahaman mendalam tentang sejarah perjuangan bangsa, nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, serta kesadaran akan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai negara yang beragam (Annisa, 2023).
Berkurangnya pemahaman mengenai wawasan kebangsaan akan menyebabkan degradasi nasionalisme. Timbulnya sikap materialisme, individualisme, fanatisme kedaerahan, dan pandangan agama yang sempit, sehingga sikap-sikap nasionalisme, persatuan dan kesatuan bangsa, serta sikap yang mengutamakan bangsa daripada kepentingan pribadi/kelompok cenderung semakin jauh dari masyarakat Indonesia (News, 2022).
Hasil survei Populix tahun 2023 yang melibatkan 1.096 responden di Indonesia mencatat sekitar 65% responden merasakan penurunan semangat nasionalisme. Generasi Z yang seharusnya menjadi tonggak masa depan bangsa Indonesia juga mengalami penurunan semangat nasionalisme (Populix, 2023).
Grafik 1
Penurunan Semangat Nasionalisme
Sumber: Populix (2023)
Hasil survei Populix mencatat penurunan semangat nasionalisme terutama disebabkan oleh pengaruh media sosial. Sebanyak 71% dari responden menyebutkan bahwa media sosial memainkan peran besar dalam menurunkan semangat nasionalisme mereka. Platform media sosial dalam menyebarkan informasi tidak selalu akurat atau seimbang sehingga memengaruhi persepsi dan pandangan anak muda tentang negara dan bangsa mereka. Selain media sosial. faktor lain yang juga berkontribusi terhadap penurunan semangat nasionalisme adalah pengaruh globalisasi (60% responden); pengaruh nilai budaya (56% responden); perubahan sosial dan teknologi (52% responden); kesenjangan sosial ekonomi (44% responden); ketidaktauan sejarah (43% responden); kurangnya pendidikan patriotism (43% responden); krisis kepemimpinan (35% responden); dan komsumerisme berlebihan (28% responden).
Gambar 2
Faktor Penyebab Penurunan Semangat Nasionalisme
Sumber: Populix (2023).
Dalam rangka memupuk rasa nasionalisme, semangat persatuan, dan kecintaan kepada tanah air, maka perlu dilakukan pembinaan mental dalam bidang ideologi, wawasan kebangsaan, dan jiwa nasionalisme terhadap mahasiswa STAN CPNS Kemenkeu, dan ASN Kemenkeu.
Wawasan kebangsaan perlu dipahami oleh segenap masyarakat agar masyarakat memiliki sikap dan perilaku cinta tanah air, sehingga tumbuh kesadaran dan semangat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Contoh bentuk dari merajut persatuan dalam bingkai kebhinekaan yaitu Ritual Kendi Nusantara, di mana 34 gubernur masing-masing membawa satu liter air dan dua kilogram tanah dari tempat yang dianggap bersejarah untuk disatukan dalam bejana (kendi besar) nusantara, merupakan penanda dimulainya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Hal ini menggambarkan ragam perbedaan dan persatuan di Indonesia.
Pemantapan wawasan kebangsaan yang berintikan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan pedoman dan sumber inspirasi, motivasi, dan kreativitas yang mengarahkan proses penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menuju masa depan yang dicita-citakan bersama bangsa Indonesia.
Selanjutnya dengan kerja keras seluruh komponen bangsa dalam membangun bangsa yang ditopang prasyarat stabilitas politik dan keamanan yang dinamis, serta supremasi hukum yang adil, maka akan terwujud tujuan nasional, yaitu Indonesia yang aman dan sejahtera, sebagaimana termaktub dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Daftar Pustaka
Buku
Hannani, et al. (2019). Membendung Paham Radikalisme Keagamaan. Jakarta: Orbit Publishing.
Kartono. (2000). Hygiene Mental dan Kesehatan Mental dalam Islam. Bandung: Mandar Maju.
Kartono. (2001). Patologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tahir. (2017). Evaluasi Program Pembinaan Mental Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bone. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Rohman. (2013). Kandungan Nlai Syariat Islam dalam Pancasila. Millah, 13 (1), p. 207-215.
Jurnal
Firdaus. (2014). Upaya Pembinaan Rohani dan Mental. Al-AdYaN, X (1), p. 119-142.
Ma'ruf. (2024). Pandangan Hamka tentang Nilai Pancasila dalam Al-Qur'an. Journal of Qur’anic Studies and Contextual Interpretation, 22 (1), p. 57-75.
Muslimin. (2016). Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara Pasca Reformasi. Jurnal Cakrawala Hukum 7 (1), p. 30-38.
Karya Ilmiah
Presentasi PowerPoint
Kemenkeu. (2024). Pembinaan Mental Kementerian Keuangan. Jakarta.
Internet
Ali. (2017, Januari 10). Ideologi Negara: Pancasila atau Islam. Retrieved from Alvara Beyond Insight: https://alvara-strategic.com/ideologi-negara-pancasila-atau-islam/
Annisa. (2023, September 19). Wawasan Kebangsaan: Pengertian, Fungsi, dan Faktor yang Mempengaruhi. Retrieved from UMSU: https://fahum. umsu.ac.id/wawasan-kebangsaan-pengertian-fungsi-dan-faktor-yang-mempengaruhi/
Kemhan. (2019, Agustus 13). Menhan RI: Pancasila Adalah Indonesia, Mengganti Pancasila Berarti Mengganti Indonesia. Retrieved from https://www.kemhan.go.id/2019/08/13/pancasila-adalah-indonesia-mengganti-pancasila-berarti-mengganti-indonesia.html/
LIPI. (2016, Februari). Radikalisme Ideologi Menguasai Kampus. Retrieved from http://lipi.go.id/berita/single/Radikalisme-Ideologi-Menguasai-Kampus/ 15082/
Media Indonesia. (2022, Juni 2). Dasar Negara Bersifat Permanen. Retrieved from https://epaper.mediaindonesia.com/detail/dasar-negara-bersifat-permanen/
News. (2022, September 9). Pentingnya Wawasan Kebangsaan Bagi Mahasiswa Guna Menciptakan Kedamaian. Retrieved from https://news.ahmaddahlan. ac.id/2022/09/pentingnya-wawasan-kebangsaan-bagi-mahasiswa-guna-menciptakan-kedamaian.html/
Paat. (2022, Juni 2). Survei SMRC: Hanya 64,6% Publik Hafal Semua Sila Pancasila. Retrieved from Berita Satu: https://www.beritasatu.com/ nasional/934451/survei-smrc-hanya-646-publik-hafal-semua-sila-pancasila
Populix. (2023, Okrober). Dampak Media Sosial terhadap Jiwa Nasionalisme Anak Muda. Retrieved from https://info.populix.co/articles/nasionalisme-anak-muda/
Putra. (2017, Oktober 23). Survei: Masih Ada PNS Sebut Pancasila Tak Tepat Jadi Ideologi. Retrieved from Liputan6: https://www.liputan6.com/news/read/ 3137906/survei-masih-ada-pns-sebut-pancasila-tak-tepat-jadi-ideologi
Republika. (2023, Mei 18). Survei Setara: 83,3 Persen Siswa SMA Anggap Pancasila Bisa Diganti. Retrieved from https://news.republika.co.id/berita/ ruup0d436/survei-setara-833-persen-siswa-sma-anggap-pancasila-bisa-diganti
Simonalis. (2023, Agustus 18). Wawasan Kebangsaan adalah Bentuk Bela Negara, Ketahui Maknanya. Retrieved from https://simonalis.bengkaliskab.go.id/ berita/2/wawasan-kebangsaan-adalah-bentuk-bela-negara-ketahui-maknanya/
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik