home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
LAPORAN KINERJA 2024
MAKLUMAT PELAYANAN
E-PPID BDK PONTIANAK
PROSEDUR PERMINTAAN INFORMASI PUBLIK
DOKUMEN PERSYARATAN PERMINTAAN INFORMASI PUBLIK
Opsen Membuat Pajak Kendaraan Naik? No Way!
Balai Diklat Keuangan Pontianak
Rabu, 30 April 2025 14:58 WIB
Oleh:
Mukhtaromin
Widyaiswara BDK Pontianak
Pendahuluan
Hari gini masih bilang Opsen membuat pajak kendaraan naik? Mestinya tidak. Opsen menaikkan pajak adalah pemahaman yang salah kaprah. Meskipun awalnya pemberitaan di berbagai media menyatakan seperti itu. "Efek Opsen Pajak, Harga Mobil Naik Jadi Segini" https://oto.detik.com/mobil/d-7733062/efek-opsen-pajak-harga-mobil-naik-jadi-segini. Namun kemudian hal tersebut dibantah oleh Pemerintah Daerah yang menyatakan bahwa Opsen tidak akan menaikkan pajak kendaraan, https://oto.detik.com/berita/d-7719056/daftar-provinsi-yang-klaim-pajak-kendaraan-tak-naik-meski-ada-opsen.
Namun kemarin tanggal 29 April 2025 terdapat berita yang cukup mengejutkan, "Efek Opsen Pajak: Masyarakat Ramai-ramai Beli Kendaraan di Jakarta" https://oto.detik.com/berita/d-7890739/efek-opsen-pajak-masyarakat-ramai-ramai-beli-kendaraan-di-jakarta.
Gubernur Banten Andra Soni mengeluhkan penerimaan asli daerah (PAD) Banten turun, salah satunya diakibatkan penerapan Opsen pajak kendaraan. Andra melanjutkan, salah satu efek penerapan opsen pajak adalah masyarakat lebih memilih membeli kendaraan di Jakarta daripada di Banten. Sebab, opsen pajak kendaraan tidak berlaku di Jakarta.
Pernyataan Gubernur di Rapat dengan Komisi II DPR pada tanggal 28 April tersebut tentu saja kuang tepat. Benarkah penerapan Opsen pajak menyebabkan pajak kendaraan naik, dibandingkan yang tidak menerapkan? Akibatnya orang lebih memilih membeli kendaraannya di daerah yang tidak menerapkan Opsen seperti DKI?
Pengaturan Pajak Kendaraan di UU No. 28 Tahun 2009
Sebelum diatur dengan UU No.1 Tahun 2022, pajak kendaraan bermotor diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah. Dalam UU No. 28 Tahun 2009, Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disingkat PKB adalah Pajak yang dikenakan atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. PKB termasuk jenis pajak provinsi, jadi dipungut oleh pemerintah Provinsi, namun hasil penerimaan pajaknya dibagikan kepada kabupaten/kota sebesar 30% (tiga puluh persen).
Pajak kendaraan dipungut oleh UPT Pemungut Pajak kemudian disetorkan ke kas pemerintah provinsi dan ditransfer ke pemerintah kabupaten/kota secara periodik. Jadi, dari pajak kendaraan bermotor yang dibayarkan oleh wajib pajak, 70 persen untuk pemerintah provinsi dan 30 persen untuk pemerintah kabupaten/kota.
Tarif pajak kendaraan pribadi ditetapkan paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi 2% untuk kendaraan pertama. Sedangkan untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif mulai dari 2% sampai paling tinggi 10%.
Pengaturan Pajak Kendaraan di UU No. 1 Tahun 2022
Dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tidak diatur lagi tentang bagi hasil pajak tetapi diterapkan sistem Opsen. Pemerintah kabupaten/kota memungut tambahan pajak secara langsung pada pemilik kendaraan saat melakukan pembayaran pajak. Opsen yang dikenakan sebesar 66 persen.
Dalam pasal 1 butir 61 dan 62 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dijelaskan bahwa Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Sedangkan Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengertian Opsen yang berarti tambahan pungutan itulah barangkali yang menyebabkan persepsi masyarakat bahkan sampai saat ini bahwa penerapan Opsen akan menaikkan pajak. Benarkah Opsen menyebabkan pajak kendaraan naik dari tahun sebelumnya? Jawabannya tegas, Tidak!
Pertanyaannya bagaimana mungkin jumlah pembayaran pajaknya tidak naik, padahal ada pungutan tambahan? Jawabannya singkat, karena pemberlakuan Opsen disertai dengan penurunan tarif pajak. Dalam Pasal 10 UU No.1 Tahun 2022, tarif pajak ditetapkan paling tinggi 1,2% untuk kendaraan pertama. Untuk kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya dapat ditetapkan progresif paling tinggi 6%.
Besarnya penurunan tarif PKB di berbagai daerah antara lain Banten sendiri dari 1,75% menjadi 1,2%, Jawa Timur dari 1,5% menjadi 1,2%, bahkan DIY dari 1,5% menjadi hanya 0,9%. Tarif PKB di DKI Jakarta tetap karena daerahnya tidak terbagi ke daerah kabupaten/kota otonom, sehingga tidak terdampak pemberlakuan Opsen.
Ilustrasi Perbandingan Perhitungan
Berikut adalah ilustrasi sederhana perbandingan perhitungan pajak sebelum dan setelah Opsen. Ilustrasi perhitungannya misalkan kendaraan dengan harga Rp 200 juta. Ditahun 2024 (sebelum ada aturan Opsen) dengan tarif 2% maka pajaknya sebesar Rp200.000.000 x 2% = Rp 4 juta.
Setelah penerapan Opsen di tahun 2025, dengan tarif maksimal 1,2% maka pajaknya sebesar Rp200.000.000 x 1,2% = Rp 2,4 juta. Jika ditambahkan Opsen 66% dari pokok pajak sebesar Rp 2,4 juta, maka Opsennya sebesar Rp2.400.000 x 66% = Rp 1,584 juta. Maka jika dijumlahkan antara Pokok Pajak dan Opsen, yaitu Rp 2,4 juta + Rp1,584 juta maka hasilnya adalah Rp. 3,984 juta. Jumlah setelah Opsen bahkan sedikit lebih rendah dibandingkan pajak yang harus dibayarkan sebelumnya.
Berdasarkan ilustrasi sederhana di atas, terbukti tidak benar jika penerapan Opsen menaikkan pajak kendaraan dari sebelumnya. Sehingga tidak benar jika dikatakan Opsen menambah beban Wajib Pajak.
Kesimpulan
Meskipun pengertian Opsen adalah pungutan tambahan, Opsen tidak menyebabkan kenaikan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Hal ini karena penerapan opsen disertai dengan penurunan tarif pajak. Opsen sebenarnya hanya mengubah dari sebelumnya mekanisme bagi hasil, menjadi mekanisme langsung.
Opsen bertujuan memudahkan pembagian penerimaan dari provinsi ke kabupaten/kota. Dengan Opsen, ketika Wajib Pajak membayar pajaknya kepada UPT Pemungutan Pajak, maka seketika kabupaten/kota menerima bagiannya. Hal ini lebih menguntungkan karena penerimaan lebih cepat masuk ke kabupaten/kota, dibandingkan menunggu pembagian secara periodik seperti pada mekanisme bagi hasil.
Daftar Pustaka
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik