home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2023
Isu Penyerapan Akhir Tahun Anggaran
Balai Diklat Keuangan Pontianak
Senin, 24 Oktober 2022 13:01 WIB
ditulis oleh Mukhtaromin, Widyaiswara Ahli Madya BDK Pontianak
Azas tahunan dalam pengelolaan keuangan negara menghendaki APBN dilaksanakan dalam periode tertentu selama 12 bulan, yang disebut tahun anggaran. Mulai tahun 2000, APBN menggunakan tahun kalender sebagai tahun anggaran. Sebelumnya, tahun anggaran dimulai dari 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Karena perubahan ini, tahun anggaran 2000 berlangsung hanya sembilan bulan, yaitu dari 1 April 2000 sampai dengan 31 Desember 2000.
Selama puluhan tahun, akhir tahun anggaran selalu menjadi momok bagi Satker selaku kuasa pengguna anggaran maupun KPPN sebagai kuasa BUN. Pada saat itu Satker sangat sibuk merealisasikan belanjanya, sedangkan KPPN sibuk melakukan pencairan dana maupun pengesahan belanja UP dari SPP/SPM yang diajukan oleh Satker. Permasalahan besar dalam pelaksanaan anggaran saat itu adalah penyerapan anggaran yang tidak merata dan menumpuk di akhir tahun.
Sumber: Materi Paparan Direktur PA pada Rakernas PA 2022
Berdasarkan grafik di atas, realisasi belanja menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan di bulan Desember. Pola tersebut mirip dari tahun 2016-2020 dan sedikit membaik di tahun 2021. Rata-rata realisasi anggaran non kumulatif (2016-2021) di triwulan I hanya mencapai 4,0%, di triwulan II sebesar 13,4%, triwulan III sebesar 19,3%, dan triwulan IV sebesar 49,0%. Periode 2016-2019 (sebelum COVID) realisasi anggaran akhir tahun selalu di bawah 90%, dengan rata-rata realisasi non kumulatif TW I - TW II - TW III - TW IV sebesar 2,1%-12,8%-20,0%,-47,9%. Sedangkan pada periode 2020-2021 (COVID) Realisasi anggaran akhir tahun melebihi 90%, dengan rata-rata realisasi non kumulatif TWI -TW II - TW III - TW IV sebesar 7,6%-14,6%-17,9%-51,1%.
Kondisi tersebut tentunya sangat tidak menguntungkan, karena sesungguhnya APBN diharapkan dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi peran APBN juga sebagai shock absorber di tengah peningkatan dampak risiko global, melalui belanja negara APBN berupaya menjangkau dan melindungi seluruh masyarakat dan mendorong pemulihan ekonomi. Agar dapat memenuhi tujuan tersebut idealnya realisasi belanja/penyerapan anggaran adalah merata dan proporsional sepanjang tahun anggaran. Dengan realisasi belanja yang merata dan proporsional akan mendorong keterwujudan peran belanja pemerintah sebagai countercyclical perekonomian. Oleh karena itu, penyerapan anggaran yang tidak merata (disparitas tinggi) dan tidak proporsional menjadi isu dalam mewujudkan belanja yang berkualitas.
Di tahun 2021, memang mayoritas K/L (75 K/L atau 86,2% dari seluruh K/L) mampu merealisasikan anggaran di akhir tahun sesuai target realisasi 90%. Namun demikian, pola penyerapannya belum merata dan proporsional. Berdasarkan matriks disparitas realisasi, maka pola realisasi belanja pemerintah masih berada pada Kuadran II, yaitu realisasi tinggi namun tidak merata. Hal tersebut artinya realisasi belanja belum mencapai kondisi ideal, yaitu realisasi tinggi dan merata. Di sisi lain dari sisi proporsionalitas realisasi juga belum mencapai kondisi ideal, yaitu mencapai target dan proporsional. Proporsionalitas realisasi belanja pemerintah terletak pada Kuadran II, yang artinya mencapai target namun tidak proporsional.
Permasalahan/penyebab kinerja realisasi belanja yang tidak optimal disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya blokir anggaran khususnya automatic adjustment yang mengakibatkan kegiatan belum dapat dilaksanakan. Kedua, pedoman umum/petunjuk teknis dan SK Pengelola Keuangan belum terbit. Ketiga, adanya perubahan struktur organisasi dan tata kerja K/L. Keempat, belum sepenuhnya diidentifikasi kegiatan-kegiatan yang berpotensi dieksekusi di awal tahun, terutama kegiatan yang terkait dengan operasional perkantoran seperti perjalanan dinas, honorarium, serta pengadaan yang bersifat langsung. Kelima, adanya kecenderungan wait and see dalam melakukan kegiatan dan pembayaran untuk mengantisipasi perubahan kebijakan.
Pada awal tahun anggaran, strategi optimalisasi kinerja realisasi belanja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki perencanaan dan eksekusi kegiatan secara relevan dan terjadwal, mengidentifikasi dan melakukan percepatan kegiatan yang dapat segera dilakukan, serta mengoptimalkan penyerapan anggaran secara proporsional setiap bulan berdasarkan target, rencana kegiatan, dan rencana penarikan dana yang telah disusun sehingga tidak menumpuk di akhir tahun anggaran.
Namun demikian, jika strategi tidak berjalan sesuai rencana dan terjadi potensi penumpukan realisasi belanja di akhir tahun anggaran, maka jangan panik dan tetap mengutamakan kualitas belanja dan capaian output, daripada sekedar mengejar penyerapan anggaran yang tinggi. Hal-hal lain yang dapat dilakukan oleh KPA dan pengelola keuangan di Satker adalah selalu berkomunikasi dengan KPPN dan perhatikan tanggal-tanggal batas penyampaian SPM/dokumen lain ke KPPN agar penyelesaian tagihan berjalan lancar. Selain itu lakukan komunikasi yang intens dengan penyedia barang/jasa untuk melakukan percepatan penyelesaian pekerjaan sehingga tidak memerlukan garansi bank atau jaminan pada saat pengajuan SPM ke KPPN. Dengan demikian, target penyerapan anggaran dapat tercapai meskipun masih terjadi sedikit penumpukan di akhir tahun anggaran.
Berdasarkan konferensi pers APBN Kita Oktober 2022, Kementerian Keuangan mencatat secara keseluruhan realisasi belanja negara hingga akhir September 2022 mencapai Rp1.913,9 triliun atau baru terserap 61,6 persen dari target APBN 2022. Dalam hal ini target belanja APBN 2022 sebesar Rp3.106,4 triliun. Namun dari sisi tingkat penyerapan belanja K/L sudah mencapai Rp674,4 triliun atau 71,3% atau sudah melebihi tajektori penyerapan anggaran triwulan III pada IKPA sebesar 70%. Hal tersebut menunjukkan awareness yang semakin tinggi dari KPA dan para pengelola keuangan terhadap realisasi belanja yang merata dan proporsional dan tidak menumpuk penyerapan di akhir tahun. Semoga ke depannya pola penyerapan APBN semakin baik.
Referensi:
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik