home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Instagram
Facebook
Twitter
Youtube
Layanan Informasi Publik
Daftar Informasi Publik
Layanan Informasi dan Pengaduan di BDK Balikpapan
SPT PPh Orang Pribadi PNS harus Nihil?
Balai Diklat Keuangan Balikpapan
Selasa, 14 Januari 2020 08:52 WIB
"SPT PPh Orang Pribadi PNS pasti Nihil....kan sudah dipotong sama bendahara kantor"
Hal tersebut sering disampaikan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada saat konsultasi atau pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh ke KPP atau KP2KP. Mereka beranggapan kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yang harus dilaporkan oleh PNS pasti Nihil karena seluruh penghasilan telah dipotong dan dilaporkan oleh bendahara instansi masing-masing. Pemahaman PNS terkait pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tersebut kurang tepat. Dalam beberapa kondisi, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi PNS memang seharusnya Nihil karena seluruh penghasilan telah dipotong oleh bendahara instansi PNS masing-masing, namun hal tersebut hanya berlaku jika PNS hanya memiliki penghasilan yang bersumber dari pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan lainnya.
Sesuai dengan UU KUP, setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas. Yang dimaksud dengan benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT, dan jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT. Atas hal tersebut, PNS pun seharusnya melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan penghasilan yang diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.
Penghasilan apa saja yang harus di laporkan oleh PNS dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi? Sesuai dengan Pasal 4 ayat 1 UU PPh, yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Penghasilan yang seharusnya dilaporkan oleh PNS dalam SPT Tahunan PPh dapat bersumber dari:
Selain melaporkan penghasilan tersebut di atas, PNS juga harus melaporkan penghasilan yang bukan objek pajak, pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak, serta harta dan kewajiban ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Dengan demikian, penghasilan PNS yang dilaporkan ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tidak hanya bersumber dari pekerjaan saja melainkan semua penghasilan yang telah disebutkan di atas yang diterima oleh PNS. Pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh bendahara hanya dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari pekerjaan sehingga apabila terdapat penghasilan lainnya maka akan terjadi kemungkinan kekurangan pembayaran pajak.
Berikut ilustrasi penghitungan pajak terutang bagi PNS dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi:
Berdasarkan data di atas, Darmanto melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan menggunakan formulir 1770S karena penghasilan bruto telah melebihi Rp60.000.000,00. Status SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Darmanto Nihil karena seluruh PPh terutang telah di potong oleh bendahara Dinas Kebersihan. Sesuai Pasal 8 ayat 1 UU PPh, penghasilan Andini dianggap final karena Andini hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21.
Sesuai Pasal 8 ayat 2 UU PPh, dalam pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Nugroho dan Andini, pajak yang terutang harus dihitung terlebih dahulu dengan mengisi Lembar Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Bagi Wajib Pajak yang Kawin Dengan Status Perpajakan Suami Istri Pisah Harta dan Penghasilan (PH) atau Istri yang Menghendaki Untuk Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakannya Sendiri. Penghitungan pajak terutang Nugroho dan Andini sebagai berikut:
Berdasarkan penghitungan di atas, terdapat PPh yang harus di bayar sendiri oleh Nugroho sebesar Rp1.346.061,00 dan Dina sebesar Rp1.213.939,00 sehingga status SPT Tahunan Nugroho dan Dina menjadi Kurang Bayar (KB), tidak lagi Nihil. Nugroho dan Dina harus melakukan pembayaran PPh yang harus dibayar sendiri tersebut sebelum SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disampaikan.
Penghasilan yang harus dilaporkan ke dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Handoyo bersumber dari penghasilen sebagai PNS dan penghasilan yang bersumber dari universitas swasta dengan penghitungan sebagai berikut:
Berdasarkan penghitungan di atas, terdapat PPh yang harus di bayar sendiri oleh Handoyo sebesar Rp4.705.000,00 sehingga status SPT Tahunan Handoyo menjadi Kurang Bayar (KB), tidak lagi Nihil. Handoyo harus melakukan pembayaran PPh yang harus dibayar sendiri tersebut sebelum SPT Tahunan PPh Orang Pribadi disampaikan. Terkait penghasilan Aida, sesuai Pasal 8 ayat 1 UU PPh, penghasilan Aida dianggap final karena Aida hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh Pasal 21 sehingga penghasilan Aida tidak diperhitungkan dalam penghitungan PPh terutang Handoyo.
Selain contoh di atas, masih terdapat banyak lagi kasus yang menyebabkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi PNS menjadi Kurang Bayar. Wajib Pajak PNS yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha atau pekerjaan lainnya selain penghasilan dari PNS kemungkinan mengalami kurang bayar pada saat melakukan penghitungan pajak terutang di akhir tahun pajak. Bagi suami istri PNS yang memilih terpisah dalam menjalankan kewajiban perpajakannya juga dapat menyebabkan terjadinya kekurangan pembayaran pajak terutang. Dengan demikian, SPT Tahunan PPh Orang Pribadi PNS tidak harus Nihil, tetapi harus diisi sesuai dengan penghasilan yang diterima oleh PNS tersebut. Diperlukan kesadaran bagi PNS agar memenuhi kewajiban perpajakannya dengan mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan benar, lengkap, dan jelas.
Penulis: Irawan Purwo Aji, Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Balikpapan
Referensi:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 36/PJ/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik