home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Instagram
Facebook
Twitter
Youtube
Layanan Informasi Publik
Daftar Informasi Publik
Layanan Informasi dan Pengaduan di BDK Balikpapan
Mengenal Aset Konsesi Jasa
Balai Diklat Keuangan Balikpapan
Rabu, 4 Oktober 2023 14:30 WIB
Pelabuhan Patimban di Jawa Barat (Instagram/@randering_Indonesia)
Pembangunan infrastruktur yang masif terjadi sedikit banyak membantu menjaga momentum pemulihan ekonomi Indonesia pasca pandemi covid. Dengan kondisi ruang fiskal yang masih sempit, pembiayaan pembangunan infrastruktur memerlukan skema-skema yang solutif, efisien dan efektif. Salah satu skema yang sekarang dikenal adalah skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha atau Public-Private Partnership (PPP).
Secara umum PPP adalah sebuah konsep kerja sama antara pemerintah dengan swasta untuk menyediakan layanan publik atau infrastruktur sebagai upaya pemerintah dalam melayani masyarakat. Dalam konsep pengelolaan Barang Milik Negara, PPP ini dikenal dengan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yang salah satu bentuknya adalah Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI).
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur (KSPI) dalam PP 27 tahun 2014 dan telah diubah dengan PP 28 tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan dengan ketentuan Peraturan menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan BMN, adalah kerja sama antara pemerintah dengan badan usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. KSPI dilaksanakan apabila BMN yang menjadi objek kerja sama antara pemerintah dengan swasta digunakan untuk penyediaan infrastruktur dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik. Salah satu contoh kegiatan kerja sama pemerintah dengan swasta berupa KPBU dengan bentuk KSPI adalah pembangunan Pelabuhan Patimban, Subang, Jawa Barat.
Pada PMK tentang Pemanfaatan BMN, apabila skema KPBU menggunakan KSPI, maka ada beberapa ketentuan yang perlu untuk diperhatikan, di antaranya adalah:
Pertama; Badan Usaha yang menjadi Mitra dalam KSPI adalah Swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah/BUMD, Koperasi maupun Badan Hukum Asing.
Kedua; jangka waktu pelaksanaan perjanjian/konsesi KSPI paling lama adalah 50 (lima puluh) tahun sejak ditandatangani perjanjian dan dapat diperpanjang.
Ketiga; Objek yang dikerjasamakan berupa tanah dan/atau bangunan serta selain tanah dan/atau bangunan, baik seluruhnya maupun sebagian.
Keempat; KSPI akan menghasilkan: barang atau aset hasil KSPI yang berupa infrastruktur beserta fasilitas yang dibangun dalam kerja sama tersebut, serta pembagian keuntungan oleh mitra kepada pemerintah yang disebut sebagai clawback.
Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan sebelumnya, baik pengertian PPP maupun KSPI, maka secara konsep akan dihasilkan sebuah barang atau aset infrastruktur untuk melayani publik, baik itu berupa jalan, jembatan, terowongan, penjara, rumah sakit, bandara, fasilitas distribusi air, baik aset awal berupa BMN maupun aset akhir hasil pembangunan/kerja sama. Aset awal bisa berasal dari pemerintah sebagai pemiliknya berupa BMN, atau aset yang berasal dari aset mitra, dan juga akan dihasilkan aset berupa aset yang dibangun sesuai dengan perjanjian antara pemerintah dengan mitra-swasta/badan usaha. Dalam ranah akuntansi, kerja sama perjanjian antara pemerintah dengan swasta/badan usaha ini disebut sebagai perjanjian konsesi jasa.
Sesuai dengan PSAP nomor 16 tentang Perjanjian Konsesi Jasa-Pemberi Jasa, maka kerja sama antara pemerintah dengan swasta ini merupakan bentuk perjanjian konsesi jasa dimana perjanjian tersebut mengikat antara pemberi konsesi dengan mitranya. Pemberi konsesi adalah pemerintah dan mitra merupakan badan usaha sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Keduanya mengikat perjanjian dimana mitra menggunakan aset konsesi jasa (dalam hal ini berupa BMN) untuk menyediakan jasa publik berupa infrastruktur atas nama pemerintah sebagai pemberi jasa selama jangka waktu tertentu. Selama pelaksanaan konsesi, mitra diberikan kompensasi atas penyediaan jasa pelayanan publik tersebut sesuai dengan perjanjian.
Nah, fokus kepada Aset yang dikerjasamakan dan yang akan dihasilkan dalam kegiatan KSPI ini, maka secara konsep akuntansi akan ada beberapa catatan yang perlu untuk disimak terkait dengan pengakuan atas aset saat awal dan aset hasil dari KSPI. Bagaimana perlakuannya dan pelaporannya dalam neraca pemerintah.
Sesuai dengan PMK 231/PMK.05/2022 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat, yang dimaksud dengan Aset Konsesi Jasa adalah aset yang digunakan untuk menyediakan jasa publik atas nama pemberi konsesi dalam suatu perjanjian konsesi jasa, dan aset yang dimaksud merupakan aset yang bisa disediakan oleh mitra ataupun yang disediakan oleh pemberi konsesi/pemerintah. Aset Konsesi Jasa yang disediakan oleh mitra bisa merupakan aset yang dibangun, dikembangkan atau diperoleh dari pihak lain, atau memang yang dimiliki oleh mitra sendiri. Sedangkan aset yang disediakan oleh pemerintah bisa merupakan aset yang dimilik oleh pemerintah (BMN) atau merupakan pengembangan/peningkatan aset pemerintah.
Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa pemerintah mengendalikan atau meregulasi jasa pelayanan publik yang harus diberikan oleh mitra dengan menggunakan aset konsesi jasa, kepada siapa jasa harus diberikan, dan berapa harga/tarifnya, serta mitra bertanggung jawab untuk setidaknya beberapa pengelolaan aset konsesi jasa dan penyediaan jasa pelayanan publik terkait dan tidak hanya bertindak sebagai agen atas nama pemberi konsesi.
Mitra wajib menyerahkan aset konsesi jasa kepada pemberi konsesi (pemerintah) dalam kondisi tertentu pada akhir masa perjanjian. Tentunya penyerahan aset konsesi jasa tersebut akan menjadi Barang Milik Negara. Perlu pula diperhatikan bahwa dalam skema konsesi jasa, ada dua macam skema, yaitu pertama skema aset konsesi jasa yang asetnya disediakan/dibangun oleh pemberi konsesi/pemerintah, dan yang kedua adalah skema aset konsesi jasa yang disediakan/dibangun oleh mitra.
Dalam pembahasan aset konsesi jasa ada 3 (tiga) kondisi yang dibahas, yaitu saat awal perolehan aset konsesi jasa, yang kedua setelah awal perolehan, dan yang ketiga adalah aset konsesi jasa saat berakhirnya masa konsesi. Pembahasan umum dari masing-masing kondisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Aset Konsesi Jasa saat Awal Perolehan
Pemerintah sebagai pemberi konsesi mengakui aset yang disediakan oleh mitra dan peningkatan aset pemberi konsesi yang dipartisipasikan sebagai aset konsesi jasa apabila : a. Pemberi konsesi mengendalikan atau mengatur jenis jasa publik yang harus disediakan oleh mitra, kepada siapa jasa publik tersebut diberikan, serta penetapan tarifnya; dan b. Pemberi konsesi mengendalikan (yaitu melalui kepemilikan, hak manfaat atau bentuk lain) setiap kepentingan signifikan atas sisa aset di akhir masa konsesi.
Nilai yang disajikan merupakan nilai awal perolehan aset konsesi jasa yang disediakan oleh pemerintah sesuai perjanjian konsesi jasa diukur berdasarkan nilai reklasifikasi BMN menggunakan nilai tercatat asetnya. Sedangkan untuk nilai awal perolehan aset konsesi jasa yang disediakan atau dipartisipasikan oleh mitra diukur dengan: nilai berdasarkan dokumen perjanjian kerja sama, asersi manajemen pihak mitra, nilai wajar dengan beberapa persyaratan sesuai dengan skema perjanjian.
Penyajian/pencatatan dalam neraca pemerintah di sajikan dalam pos aset tetap dengan klasifikasi Aset Konsesi Jasa. Berbeda pada ketentuan sebelumnya, dimana aset yang dikerjasamakan disajikan pada pos aset lainnya dengan klasifikasi Kemitraan dengan Pihak ketiga.
2. Aset Konsesi Jasa Setelah Awal Perolehan;
BMN sebagai Aset Konsesi Jasa yang dipartisipasikan sesuai perjanjian konsesi jasa dilakukan penyusutan sesuai dengan ketentuan mengenai pengelolaan BMN. Aset konsesi jasa yang disediakan oleh mitra secara komposit nilai wajar awal perolehan aset konsesi jasa dilakukan perhitungan penyusutan asetnya sejak berita acara serah terima operasi atau dokumen yang dipersamakan, dan perhitungan penyusutan asetnya dilakukan secara semesteran.
Teknis penyusutan aset konsesi jasa yang disediakan oleh mitra menggunakan metode garis lurus selama masa konsesi atas pengakuan aset konsesi jasa yang disediakan oleh mitra dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pada masa konstruksi dalam pengerjaan, aset konsesi jasa yang disediakan oleh mitra dalam pengerjaan tidak dilakukan perhitungan penyusutan dan disajikan sebesar nilai wajar aset konsesi jasa dalam pengerjaan.
3. Aset Konsesi Jasa pada saat Berakhirnya Konsesi
Pada akhir masa konsesi, penyajian aset tetap di neraca terhadap aset konsesi jasa yang berasal dari pemberi konsesi sesuai historisnya direklasifikasi dari pencatatan pos aset konsesi jasa partisipasi pemerintah ke dalam jenis BMN masing-masing pencatatan klasifikasi pada pos aset tetapnya. Reklasifikasi BMN dimaksud diukur menggunakan nilai tercatat asetnya. Aset konsesi jasa yang disediakan oleh mitra pada akhir masa konsesi diserahkan kepada pemerintah atau pemberi konsesi guna diubah status kepemilikannya menjadi BMN dengan penatausahaan dan pencatatan BMN-nya atas alih status kepemilikannya dari mitra sesuai perjanjian.
Berikut ini adalah gambaran penyajian Aset Konsesi Jasa di neraca dalam pos Aset Tetap:
Dengan adanya peraturan yang baru terkait dengan perlakuan akuntansi atas aset konsesi jasa yang berasal dari Aset Pemerintah maupun mitra yang terlibat dalam Kerjasama Pemanfaatan khususnya bentuk KSPI, maka instansi pemerintah yang selama ini telah melaksanakan perjanjian/konsesi dengan mitra dapat menyesuaikan pelaporannya sesuai dengan peraturan yang terbaru. Hal ini penting karena berdasarkan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa hasil identifikasi pemerintah atas akun-akun terkait transaksi konsesi jasa berdasarkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, pengaturan konsesi jasa belum didukung dengan pernyataan standar akuntansi pemerintah (PSAP) dan dokumen sumber yang memadai. Sehingga dengan adanya aturan baru tersebut, diharapkan instansi pemerintah segera melaporkan sesuai dengan peraturan perundangan yang telah disusun untuk tahun 2023 ini.
Ditulis oleh: Taufik Cahyo Sudrajad, Widyaiswara BDK Balikpapan
Referensi
Seri Akuntansi Perjanjian Konsesi Jasa-2, Perlakuan Akuntansi Perjanjian Konsesi Jasa-Pemberi Jasa, Mukhtaromin;
Tantangan Perlakuan Akutansi Pemerintah Pusat Menyambut Aset yang Timbul dari Perjanjian KPBU, Didied Ary Setyanang, INDONESIAN TREASURY UPDATE Volume 3 Nomor 4 Tahun 2018;
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.05/2022 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat.
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik