home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Sub Menu 1
Sub Menu 2
Sub Menu 3
Sub Menu 4
Sub Menu 5
Mengatasi Disfungsi Tim: Sebuah Konsep untuk Membangun Efektivitas Tim Kerja
Balai Diklat Keuangan Denpasar
Kamis, 29 Desember 2022 08:03 WIB
Mengatasi Disfungsi Tim: Sebuah Konsep
untuk Membangun Efektivitas Tim Kerja
ditulis oleh: Purwaningsih Ratna S.
Asesor SDM Aparatur Ahli Muda, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Suatu organisasi dapat mencapai tujuannya secara efektif jika pegawainya mempunyai kehendak dan komitmen bersama untuk mencapainya. Kekuatan kerjasama tim tidak dapat disangkal lagi. Saat para anggota tim bersatu dan mengesampingkan tujuan pribadinya, tim tersebut dapat mencapai hal-hal yang luarbiasa, lebih cepat dan lebih efisien yang tidak dapat dicapai dengan bekerja secara individual.
Salah satu ahli yang melakukan riset dan mendalami tentang tim kerja adalah Patrick Lencioni yang mendefinisikan tim sebagai sekelompok kecil orang yang berbagi tujuan-tujuan tim, penghargaan dan tanggung jawab untuk mencapainya (2005). Agar tim dapat bekerja secara efektif memerlukan proses pembentukan tim (team building). Namun demikian, sebelum melakukan team building, perlu suatu tim perlu menjawab dua pertanyaan. Pertanyaan pertama apakah grup Anda benar-benar merupakan sebuah tim? Dalam tim, anggota-anggota tim bersepakat mengesampingkan kebutuhan pribadinya untuk kepentingan tim. Apabila “tim kerja” Anda tidak memenuhi kriteria pada definisi tim, kemungkinan hanya merupakan kumpulan orang yang bekerja berada di bawah manajer yang sama namun hanya relatif sedikit memiliki sifat saling ketergantungan dan akuntabilitas bersama. Adapun pertanyaan kedua yang harus dijawab adalah apakah tim anda sudah siap untuk “melakukan angkat berat”, yang dapat diterjemahkan sebagai kesediaan untuk menginvestasikan tenaga dan energi emosional dalam proses-proses dalam tim. Tanpa adanya kesediaan ini tim kerja tidak akan maju bahkan mengalami kemunduran.
Untuk membangun sebuah tim, Lencioni mengembangkan konsep The Five Dysfunctions of A Team, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Model efektivitas tim dari Lencioni, menyiratkan bahwa untuk mencapai tujuannya tim secara bertahap harus mampu melewati lima disfungsi-disfungsi sebagai berikut:
Anggota tim hendaknya mempercayai satu sama lain secara mendasar, secara emosional, dan mereka merasa nyaman untuk menampilkan kerentanan satu sama lain. Terbuka dan menerima kelemahan, kesalahan, ketakutan dan perilaku anggota tim lain. Saat anggota tim terbuka satu sama lain, anggota tim siap untuk menghadapi disfungsi kedua, yaitu fear of conflict. Sebaliknya, tanpa adanya kepercayaan akan menyebabkan kurang kuatnya pondasi tim untuk berani berkonflik secara produktif.
Tim yang mempercayai satu sama lain tidak akan takut untuk berdialog tentang isu-isu dan keputusan-keputusan yang akan menjadi kesuksesan dari organisasi. Anggota-anggota tim tidak akan ragu berbeda pendapat, saling menantang, atau mempertanyakan pendapat satu sama lain untuk mendapatkan jawaban terbaik, mencari kebenaran dan membuat keputusan terbaik. Hal ini penting untuk menghadapi disfungsi ketiga yaitu lack of commitment.
Tim yang anggotanya tidak takut berkonflik akan mampu mencapai persetujuan pada keputusan penting, meskipun awalnya terdapat anggota tim yang tidak setuju. Hal ini karena mereka telah memastikan bahwa seluruh opini-opini dan ide-ide sudah dibahas dan dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan, sehingga tercipta komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Tim yang berkomitmen untuk melaksanakan keputusan dan standar kinerja tidak segan-segan untuk berbagi tanggung jawab untuk memenuhi keputusan dan tanggung jawab tersebut. Karena telah terdapat akuntabilitas dalam tim, anggota tim tidak hanya mengandalkan ketua tim sebagai sumber utama akuntabilitas namun juga melibatkan anggota tim yang lain.
Pada akhirnya tim yang saling mempercayai satu sama lain, tidak ragu terlibat konflik (perbedaan pendapat), berkomitmen pada keputusan dan saling bertanggung jawab satu sama lain akan mengesampingkan agenda pribadinya untuk fokus pada pencapaian terbaik tim kerjanya.
Setelah mengetahui kelima disfungsi tersebut, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk untuk menanggulanginya sehingga efektivitas tim dapat terjaga dan bahkan selalu meningkat. Secara bertahap, berikut ini adalah aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan:
Kepercayaan merupakan dasar dari efektivitas tim. Kepercayaan berkaitan dengan kerentanan, yang menentukan apakah mereka nyaman untuk terbuka satu sama lain tentang keberhasilan, kegagalan, ketakutan, maupun kelemahannya. Anggota tim yang saling mempercayai satu sama lain tidak ragu untuk menyampaikan bahwa ternyata pemikirannya salah atau telah berbuat salah, meminta maaf atau menyampaikan ketidakyakinannya atas sesuatu.
Cara untuk menumbuhkan kepercayaan satu sama lain dapat dilakukan dengan personal histories exercises pada kegiatan team building, yaitu dengan meminta anggota tim menceritakan tentang: dimana ia dibesarkan, jumlah anak dalam keluarga dan kesulitan terbesar atau tantangan yang paling penting di masa kanak-kanak. Hal ini bertujuan untuk mengenal lebih dekat satu sama lain.
Adapun cara kedua untuk membangun kepercayaan adalah dengan behavioral profiling, yaitu memetakan profil seseorang dengan menggunakan alat yang objektif dan dapat diandalkan untuk memahami dan mendeskripsikan satu sama lain sehingga dapat memahami kelebihan dan kekurangan satu sama lain dan membangun pemahaman. Contoh tools untuk memetakan profil adalah DiSC, MBTI dan lain sebagainya.
Kepercayaan merupakan pondasi untuk mengatasi ketakutan terhadap konflik. Konflik yang dimaksud adalah konflik yang bersifat konstruktif yang berkontribusi terhadap produktivitas tim seperti argumentasi tentang isu-isu yang penting bagi tim dengan mengedepankan kepentingan tim. Pada tim yang kurang percaya satu sama lain bisa jadi pendekatannya terhadap konflik adalah win-lose, atau bahkan ada anggota tim yang tidak berani menyampaikan pendapatnya. Hal ini tentu saja dapat mengurangi efektivitas tim.
Untuk mengatasi Fear of Conflict ini dapat dilakukan dengan melakukan conflict profiling yang tujuannya mengajarkan cara agar tim dapat terlibat dalam konflik yang bersifat produktif. Pendekatan konflik yang produktif memerlukan pemahaman atas cara pandang setiap orang dan kenyamanan seseorang terhadap konflik. Ada orang yang cenderung lantang menyampaikan argumen dan ada orang yang cenderung menyimpan argumennya. Setiap anggota tim perlu memahami rekannya agar mampu menyesuaikan diri dalam menyampaikan pendapat. Tidak kalah pentingnya untuk mengatasi konflik adalah menyusun norma-norma dalam kelompok saat menghadapi konflik.
Agar anggota tim dapat menjaga komitmennya, perlu memperhatikan dua konsep yaitu buy-in dan clarity. Komitmen bukan merupakan konsensus, namun merupakan kesediaan individu untuk berpikir dan bersedia menerima keputusan meskipun kadangkala tidak setuju sepenuhnya. Peran ini membutuhkan kemampuan kepemimpinan untuk menggerakkan anggota tim bersedia menerima dan melaksanakan keputusan yang telah disepakati. Adapun kejelasan (clarity) mengharuskan tim menghindari asumsi dan ambiguitas, misalnya dengan pada sebuah diskusi, tim dapat mengambil keputusan dengan jelas dan langkah-langkah operasional yang harus dilakukan beserta target dan penanggung jawabnya. Latihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan komitmen adalah dengan mengklarifikasi kembali di akhir rapat tentang keputusan yang telah diambil. Langkah berikutnya untuk memastikan komitmen dilaksanakan adalah dengan cascading communication dimana dalam waktu paling tidak 24 jam, tim mengkomunikasikan kembali keputusan yang telah dibuat dan memberikan kesempatan pada pegawai untuk bertanya atau mengklarifikasi.
Lencioni mendefinisikan akuntabilitas dalam tim sebagai kesediaan anggota tim untuk mengingatkan satu sama lain saat mereka tidak memenuhi standar kinerja kelompok. Agar budaya akuntabilitas berkembang, seorang pemimpin harus menunjukkan kemauan untuk menghadapi masalah yang sulit. Kesempatan terbaik untuk meminta pertanggungjawaban satu sama lain dapat dilakukan dalam pertemuan, informasi kinerja tim, dan lain sebagainya.
Salah satu hal yang menghalangi tim untuk mencapai tujuannya adalah manusia punya kecenderungan untuk memperhatikan dirinya sendiri sebelum memperhatikan orang lain. Dengan demikian, tujuan tim, target dan pencapaiannya harus mudah diingat, dilihat dan diakses oleh tim. Misalnya dengan membuat monitoring yang mudah diakses, realtime dan penyajiannya data-datanya menarik secara visual. Selain itu, tim juga perlu waspada dengan beberapa distraksi atas tujuan tim, yaitu kepentingan diri, pengembangan karir, uang, dan lain sebagainya.
Referensi:
Lencioni, Patrick. Overcoming the Five Dysfunction of A Team: A Field Guide For Leaders, Managers, and Facilitators. 2005. San Fransisco: Jossey-Bass.
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik