home
Berita
Pengumuman
Artikel
Video
Sub Menu 1
Sub Menu 2
Sub Menu 3
Sub Menu 4
Sub Menu 5
PILIH MANA ? PENCEGAHAN ATAU PENYANDERAAN
Pusdiklat Pajak
Rabu, 13 Mei 2015 13:06 WIB
Abstrak
Dalam mengemban tugas sebagai pengumpul Penerimaan Negara dari sector pajak, Direktorat Jenderal Pajak terus malaksanakan berbagai upaya agar target penerimaan pajak dapat tercapai dimana salah satu upaya adalah penegakan hukum kepada Wajib Pajak melalui tindakan penagihan. Sebagai upaya penegakan hukum (law enforcement) terhadap Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajiban perpajakan dan tidak melunasi utang pajaknya, Dirjen Pajak secara intensif melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap Penanggung Pajak. Untuk itu Jurusita dan Pejabat (Kepala KPP) perlu mempertimbangkan tindakan manakah yang lebih efektif dan efisien agar Penanggung Pajak segera melunasi utang pajaknya yaitu pertimbangan yang menyangkut faktor sosial dan psikologis, faktor aktivitas usaha dan faktor koordinasi dengan pihak lain.
Kata Kunci : Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Pencegahan, Penyanderaan, utang pajak, Penanggung Pajak
Pendahuluan
Seorang pengusaha yang hendak menjalankan bisnisnya di Singapura tampak kesal di Terminal Internasional Bandara Soekarno-Hatta, hal ini terjadi karena dia dicegah oleh Pihak Imigrasi dikarenakan utang pajaknya belum dibayar, sehingga hilanglah peluang kontrak yang akan dia dapatkan dari pengusaha Singapura padahal nilainya cukup besar dan bahkan keuntungannya bisa menutupi utang pajaknya.
Penegakan hukum dibidang perpajakan merupakan salah satu upaya andalan Direktorat Jenderal Pajak untuk memenuhi target penerimaan pajak yang selalu menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan seiring pula dengan meningkatnya APBN dari tahun ke tahun. Direktorat Jenderal Pajak sudah berupaya sedemikian giatnya dalam mewujudkan tercapainya target penerimaan pajak, bahkan untuk tahun 2015 ini target penerimaan pajak mencapai Rp 1.244 triliun sebuah targetyang sangat tinggi.Target tersebut mengalami kenaikan sebesar 38.5% dari realisasi penerimaan pajak tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 sebesar Rp 897 triliun.Berdasarkan target tersebut, Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan upaya, kerja keras, dan kerja nyata untuk mewujudkannya tidak terkecuali dibidang penagihan pajak.Tindakan Penagihan Pajak dituntut untuk lebih berani dan tegas dengan tetap memegang teguh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan data yang di sajikan dalam Website Kementrian Keuangan sampai dengan 17 Desember 2014, Ditjen Pajak telah memproses 487 usulan pencegahan dari 402 Wajib Pajak Badan dan 85 Wajib Pajak Orang Pribadi dengan total nilai tagihan pajak sebesar Rp3,32 triliun. Pencegahan dilakukan terhadap Penanggung Pajak Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang terdiri dari 65 Warga Negara Asing (WNA) dan 422 Warga Negara Indonesia (WNI).Berdasarkan usulan pencegahan tersebut telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan tentang pencegahan yang terdiri dari 147 Wajib Pajak Badan dan 21 Wajib Pajak Orang Pribadi. Penanggung Pajak WNA yang diajukan pencegahan terdiri dari WNA yang berasal dari Asia, Amerika, Australia dan Eropa sebanyak 40 Penanggung Pajak dengan nilai tagihan pajak sebesar Rp57,2 miliar, selebihnya adalah WNI sebanyak 128 Penanggung Pajak dengan nilai tagihan pajak sebesar Rp541,6 miliar.
Pencegahan
Dalam terminologi bahasa, arti pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiaadalah proses, cara, perbuatan mencegah; penegahan; penolakan. Dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pengertian pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Dengan demikian, pencegahan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan Pejabat dan atasan pejabat yang bersangkutan.Berdasarkan peratutan perundang-undangan perpajakan, utang pajak hapus apabila sudah dibayar lunas atau karena daluwarsa. Tindakan pencegahan tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak. Oleh karena itu, sekalipun terhadap penaggung pajak telah dilakukan pencegahan, tindakan penagihan pajak tidak terhenti dan tetap dapat dilaksanakan.
Pencegahan dilakukan berdasarkan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri dari Pejabat di tempat Wajib Pajak terdaftar kepada Direktur Jenderal c.q. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dengan menyampaikan data-data sebagai berikut:
1.Data Penanggung Pajak :
a. Nama Wajib Pajak, NPWP, Alamat,
b. Nama Penanggung Pajak, NPWP, Alamat,
c. Jabatan, Umur/Tanggal Lahir, Jenis Kelamin, Kewarganegaraan, Nomor Identitas Passport/KTP)
2. Pertimbangan/alasan dilakukannya pencegahan
3. Data pendukung :
a. Daftar kelengkapan data pencegahan,
b. Ikhtisar pencegahan keluar negeri,
c. Fotokopi KartuPengawasan Tunggakan Pajak (print out data tunggakan Pajak),
d. Akte pendirian badan usaha dan perubahannya(khusus WPBadan),
e. Fotokopi SPT Tahunan PPh Badan/Orang Pribadi terakhir,
f. Fotokopi permohonan NPWP Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang akan dicegah .
Penyanderaan
Dalam terminology bahasa, arti penyanderaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan menyandera, sedangkan sandera berarti orang yg ditawan untuk dijadikan jaminan (tanggungan). Dalam Pasal 1 angka 21Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksapengertian penyanderaan adalah salah satu upaya penagihanpajak yang wujudnya berupa pengekangan sementara waktu terhadap kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Tempat tertentu dapat berupa rumah tahanan negara yang terpisah dari tahanan lain. Pada dasarnya antara sandera dan tahanan biasa mempunyai kesamaan bahwa mereka dihilangkan kebebasannya dengan ditempatkan di tempat yang terasing dari dunia luar.Pemisahan juga dilakukan berdasarkan jenis kelamin Penanggung Pajak yang disandera. Kepala Rumah Tahanan Negara wajib memperhatikan penempatan Penanggung Pajak yang disandera yang berada dalam kondisi tertentu, antara lain sakit keras, mengidap sakit menular atau mengidap gangguan jiwa. Perbedaan antara penyanderaan dengan tahanan pada umumnya adalah pada tindakan penyanderaan penghilangan kebebasan penanggung pajak dipergunakan sebagai jaminan atas pelunasan utang pajak, bukan seperti tahanan umum yang dihilangkan kebebasannya sebagai hukuman atas tindakan melanggar hukum.
Pencegahan atau Penyanderaan ??
Dalam menentukan tindakan mana yang harus dilakukan oleh jurusita apakah pencegahan atau penyanderaan maka yang perlu diperhatikan pertama kali adalah kesamaan dari dua tindakan penagihan tersebut, yaitu :
Setelah memahami persamaan dalam ketentuan mengenai pencegahan dan penyanderaan, maka untuk memutuskan tindakan mana yang sebaiknya diambil oleh Jurusita diperlukan beberapa pertimbangan yang membantu untuk memutuskannya yaitu :
Manusia sebagai mahluk sosial yang hidup bermasyarakat tentu saja memerlukan sebuah pengakuan dan eksistensi diri dalam mengaktualisasikan pengabdian dan karyanya.Jurusita perlu melihat status sosial dari penanggung pajak, apakah memiliki pangkat, kedudukan, jabatan atau tokoh terpandang dimasyarakat. Jika Penanggung Pajak memiliki hal-hal tersebut maka tindakan penyanderaan lebih efektif untuk membuat penanggung pajak akan segera melunasi utang pajaknya bagaimanapun caranya, karena bagi mereka harga diri dan kedudukan adalah lebih berharga dari harta. Mengingat penyanderaan memiliki potensi terekspos ke masyarakat lebih besar dibandingkan dengan pencegahan yang sifatnya lebih tertutup dan personal.
Apalagi jika menyangkut Wajib Pajak Badan yang perusahaanya terafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan/social/politik tertentu dan pejabat penting tertentu, maka penaggung pajak akan berusaha sekuat tenaga untuk melunasi utang pajaknya.
b. Faktor Aktivitas Usaha
Jenis perusahaan/usaha Orang Pribadi perlu dicermati lebih mendalam aktivitasnya, tidak hanya yang nampak dipermukaan saja tetapi juga aktivitas yang tidak nampak dipermukaan.Hal ini bisa diketahui dengan mempelajari Laporan Keuangan Wajib Pajak dan wawancara dengan para pemeriksa atau Account Representativedari Wajib Pajak tersebut. Jika ternyata kegiatan usahanya sering bertransaksi dan berurusan dengan pihak lain yang berdomisili di luar negeri yang mengharuskan Penanggung Pajak datang langsung ke negara tersebut.Dengan demikian tindakan pencegahan akan menjadi lebih efektif dibandingkan penyanderaan, ketika penanggung pajak dicegah untuk berpergian ke luar negeri akan mengganggu aktivitas perusahaan baik dari sisi pendapatan maupun peluang kontrak jangka panjang yang sudah terjalin. Bisa jadi hasil yang didapat dari lawatannya keluar negeri lebih besar nilainya dari utang pajak yang menjadi tunggakannya.
c. Faktor Koordinasi dengan Pihak Lain
Dalam setiap tindakan pencegahan dan penyanderaan selalu melibatkan pihak lain diuar kewenangan Jurusita dan Pejabat (Kepala KPP), untuk itu perlu dipertimbangkan lancarnya hubungan dan koordinasi dengan pihak lain yang berwenang untuk melaksanakan pencegahan dan penyanderaan. Untuk pelaksanaan pencegahan, koordinasi dengan pihak lain lebih sedikit dibandingkan pelaksanaan penyanderaan.
Dalam pelaksanaan Pencegahan, Jurusita dan Pejabat membutuhkan koordinasi dengan Kementrian Hukum dan HAM (Direktorat Jenderal Imigrasi), Kementrian Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak c.q Direktur Pemeriksaan dan Penagihan.
Sedangkan dalam pelaksanaan Penyanderaan, Jurusita dan Pejabat membutuhkan koordinasi denganKementrian Hukum dan HAM (Rumah Tahanan Negara),Kepolisian atau Kejaksaan, Kementrian Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak c.q Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. Tentu saja dalam setiap penyanderaan terdapat resiko penanggung pajak menderita sakit, melarikan diri atau bahkan meninggal dunia selama di Rumah Tahanan Negara.
Disamping itu perlu dipertimbangkan juga bahwa semakin banyak pihak lain yang akan dilibatkan maka dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam pelaksanaannya padahal tujuan yang ingin dicapai oleh pencegahan dan penyanderaan sama yaitu lunasnya utang pajak dari penanggung pajak.
Simpulan
Pada prinsipnya pelaksanaan Pencegahan dan Penyanderaan selalu memperhatikan itikad baik Wajib Pajak dalam melunasi utang pajaknya. Semakin baik dan nyata itikad Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya maka tindakan penagihan pajak secara aktif (hard collection) dengan pencegahan ataupun penyanderaan tentu dapat dihindari oleh Wajib Pajak. Jurusita dan Pejabat senantiasa mempertimbangkan berbagai faktor dan kemungkinan yang bakal terjadi dalam melaksanakan tindakan pencegahan maupun penyanderaan karena pada akhirnya tujuan utama tindakan penagihan adalah lunasnya utang pajak dari penanggung pajak. Untuk Wajib Pajak yang memiliki utang pajak dan bagi Penanggung Pajak adalah segera melakukan komunikasi dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dalam rangka menyelesaikan utang pajaknya dan kooperatif dalam proses penagihan pajak tersebut.
Daftar Pustaka
_______, (2010),Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Republik Indonesia, (2000),Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, Jakarta : Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Ida Zuraida, (2010),Penagihan dan Sengketa, Jakarta : Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
_______, Tanpa Tahun, Pencegahan dan Penyanderaan, dalamhttp://ein-blues.blogspot.com/2012/07/blog-post.html, diakses 12 Mei 2015
_______, Tanpa Tahun, penagihanpajak, pencegahandanpenyanderaanterhadapparapenunggakpajak, dalam http://www.kemenkeu.go.id/SP/, diakses 12 Mei 2015
Ditulis oleh : Admin - Pusdiklat Pajak
Layanan Informasi Unit
Layanan Informasi Kediklatan dan Pembelajaran
Layanan Bantuan dan Pengaduan
Informasi Publik